DBD di musim hujan adalah ancaman kesehatan yang setiap tahun berulang di Indonesia. Demam Berdarah Dengue (DBD), yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, selalu mengalami peningkatan kasus saat curah hujan tinggi. Oleh karena itu, strategi pencegahan dan pengendalian yang efektif di tingkat komunitas menjadi sangat krusial untuk melindungi masyarakat dari penyakit ini.

Peningkatan curah hujan menciptakan banyak genangan air, yang menjadi tempat favorit nyamuk Aedes aegypti berkembang biak. Pot-pot tanaman, ban bekas, bak mandi, hingga tempat penampungan air lainnya dapat menjadi sarang jentik nyamuk. Inilah mengapa DBD di musim hujan selalu menjadi perhatian utama, menuntut kewaspadaan tinggi.

Pencegahan DBD di musim hujan paling efektif adalah dengan memberantas sarang nyamuk melalui program 3M Plus. 3M Plus meliputi Menguras tempat penampungan air, Menutup rapat tempat penampungan air, Mendaur ulang barang bekas, dan Plusnya adalah berbagai upaya lain seperti menaburkan larvasida atau memelihara ikan pemakan jentik.

Edukasi komunitas adalah pilar penting dalam strategi pencegahan DBD di musim hujan. Masyarakat harus memahami siklus hidup nyamuk dan titik-titik rawan penularan. Penyuluhan rutin oleh petugas kesehatan dan kader Jumantik (Juru Pemantau Jentik) sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif.

Gerakan satu rumah satu Jumantik dapat ditingkatkan. Dengan melatih setiap anggota keluarga untuk secara rutin memeriksa dan membersihkan potensi sarang nyamuk di lingkungan rumah, efektivitas pencegahan akan meningkat drastis. Partisipasi aktif setiap individu sangatlah penting untuk menekan kasus DBD di musim hujan.

Fogging atau pengasapan hanya efektif membunuh nyamuk dewasa, namun tidak membasmi jentik. Oleh karena itu, fogging harus dilakukan secara selektif dan didampingi dengan kegiatan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) yang masif. Tanpa PSN, fogging hanya solusi sementara yang kurang berkelanjutan.

Pemerintah daerah perlu memperkuat koordinasi lintas sektor, melibatkan dinas kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, dan masyarakat. Kampanye mass media yang gencar, penyediaan larvasida gratis, dan peningkatan kapasitas Puskesmas dalam deteksi dini TBC adalah langkah strategis.

Sistem surveillance atau pemantauan kasus DBD harus diperkuat, terutama di fasilitas kesehatan. Pelaporan yang cepat dan akurat memungkinkan tindakan respons cepat, seperti penyelidikan epidemiologi dan fogging terbatas di area yang terinfeksi, mencegah penyebaran lebih luas.